
Sudah banyak literatur yang mengkaji tentang pentingnya kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pembangunan ekonomi. Selain dari itu, kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi akan membantu sebuah negara meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Di dalam konteks pandemi saat ini, kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi dapat membantu di dalam akselerasi pencarian vaksin, penemuan obat, alat-alat bantu kesehatan, deteksi dini infeksi, pemetaan penyebaran pandemi, hingga kepada pemulihan ekonomi yang lebih efektif.
Indonesia masih memiliki kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang relatif rendah, sebagaimana akan kami bahas di dalam tulisan ini, yang berimbas kepada kemampuan Indonesia untuk mengembangkan ekonominya dan beralih kepada ekonomi yang berbasis kepada ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledge-based). Pembangunan ekonomi di Indonesia masih berbasis kepada eksploitasi sumber daya alam yang tidak akan berkesinambungan untuk jangka panjang. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjamin pembangunan ekonomi yang lebih berkesinambungan, Indonesia dapat melihat dan mencontoh model-model pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dilakukan oleh negara-negara maju.
Untuk mengukur kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi sebuah negara, dapat digunakan konsep Sistem Inovasi Nasional/National Innovation System (NIS). Yang merupakan sebuah konsep yang menjelaskan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi; peran dan interaksi antara para pemangku kebijakan; struktur dan alur penciptaan ilmu, inovasi dan teknologi baru; pipanisasi inovasi dan teknologi baru kepada industri; dan alat-alat pendukung proses inovasi lainnya.
Karena setiap negara memiliki karakter yang unik, baik secara kultur, sumber daya alam, demografi, struktur ekonomi, geopolitik, dan lain-lain, NIS masing-masing negara harus disesuaikan berdasarkan karakter unik tersebut. Proses membangun kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan bagian dari NIS juga harus disesuaikan dengan karakter unik dari sebuah negara.
Seperti yang telah kami sampaikan pada commentary sebelumnya (terkait pencarian obat-obatan antivirus baru), salah satu kekuatan terbesar yang dimiliki oleh Indonesia adalah keanekaragaman hayatinya yang luar biasa. Yang apabila mampu dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan, dapat menjadi aset untuk mendorong pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Analisis kondisi kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia
Beberapa faktor/aspek penting yang membentuk struktur kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan konsep NIS diantaranya adalah: 1) jumlah dana yang digelontorkan untuk pengembangan dan penelitian (biasa direpresentasikan dengan Gross Domestic Expenditure on Research and Development/GERD as percentage of GDP); 2) jumlah sumber daya manusia yang terlibat di dalam proses pengembangan dan penelitian; 3) jumlah institusi pendidikan tinggi; 4) jumlah publikasi ilmiah; 5) jumlah aplikasi paten; dan 6) jumlah pendapatan negara dari produk-produk berbasis teknologi.
Dari keenam faktor tersebut, dibandingkan negara-negara maju, Indonesia masih belum dapat bersaing. Bahkan dibandingkan negara-negara tetangga sekalipun, Indonesia masih tertinggal di dalam aspek-aspek tertentu, khususnya di dalam jumlah dana yang dikeluarkan untuk kegiatan pengembangan dan penelitian, di mana hingga tahun 2013, Indonesia hanya mengeluarkan di bawah 0.08% dari total GDP untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Di tahun 2018, jumlah tersebut meningkat sangat pesat, menjadi 0.23%, namun masih jauh tertinggal dari negara-negara maju (dan beberapa negara tetangga) seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, atau Korea Selatan, yang menggelontorkan dana untuk penelitian dan pengembangan yang berada di kisaran 2 hingga 5% dari GDP. Bahkan, Malaysia dan Singapura telah menggelontorkan dana untuk penelitian dan pengembangan di dalam kisaran 1.5 hingga 2% dari GDP-nya sejak tahun 2014.
Investasi di dalam jumlah dana yang digelontorkan untuk penelitian dan pengembangan akan berimbas positif kepada aspek-aspek lain seperti jumlah peneliti, jumlah publikasi ilmiah, jumlah aplikasi paten, dan jumlah pemasukan dari produk-produk berbasis teknologi, yang merupakan aspek-aspek yang masih sangat perlu ditingkatkan di Indonesia. Jumlah institusi pendidikan tinggi merupakan satu-satunya aspek di dalam struktur pembentuk kapasitas ilmu pengetahuan di Indonesia yang masih dapat bersaing dengan negara-negara maju dan negara-negara tetangga, terlepas dari kualitas yang dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut.
Dengan membandingkan keenam aspek kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia (dari tahun 1960 sampai 2018) dengan negara-negara lain, sebuah pohon evolusi yang menunjukkan evolusi kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia dapat dibuat. Pohon evolusi tersebut menunjukkan bahwa kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia telah berevolusi dari tahun 1960 hingga saat ini. Dan proses evolusi tersebut serupa dengan proses evolusi kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi di Korea Selatan. Namun evolusi kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia saat ini masih berada di posisi Korea Selatan 10 tahun yang lalu. Dengan demikian, seharusnya Indonesia dapat meniru strategi-strategi yang dilakukan oleh Korea Selatan di dalam membangun kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologinya.
Belajar dari keberhasilan Korea Selatan di dalam mengembangkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi
Korea Selatan merupakan sebuah kisah sukses yang dapat ditiru di dalam pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi sebuah negara. Pembangunan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Korea Selatan dimulai secara signifikan pada tahun 1960. Sejak tahun 1960, ada empat fase yang dapat diidentifikasi di dalam evolusi pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi di Korea Selatan.
Pada fase pertama (1960-1980), Pemerintah Korea Selatan membangun institusi-institusi pengembangan ilmu pengetahuan, mulai mempelajari teknologi-teknologi dari luar, dan membangun narasi terkait pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada fase kedua (1980-1997), Korea Selatan mulai membangun kemampuan untuk memproduksi barang dengan teknologi tinggi dengan menggelontorkan dana besar-besaran, serta merombak dan membenahi institusi-institusi penelitian yang telah ada. Fase ketiga (1997-2002) dikhususkan untuk mendiferensiasi kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki, membangun NIS untuk mengakselerasi pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mulai melibatkan industri di dalam prosesnya. Fase keempat (2002-sekarang) adalah fase di mana NIS Korea Selatan mulai dewasa dan pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat.
Peranan sebuah NIS yang kuat merupakan faktor yang sangat penting. Terlihat dari pesatnya peningkatan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Korea Selatan setelah NIS yang kuat terbentuk (2002 dan seterusnya).
Beberapa program yang telah dilakukan oleh Korea Selatan untuk membangun kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi telah dilakukan oleh Indonesia. Namun beberapa program lainnya belum dicontoh dan dapat dilakukan untuk berusaha meniru keberhasilan Korea Selatan (Tabel 1).
Program-program pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah dilaksanakan di Korea dan belum dicoba di Indonesia diantaranya berupa: memulai narasi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan skala nasional, meningkatkan investasi penelitian dan pengembangan secara signifikan, dan menciptakan karakter ilmu pengetahuan yang unik untuk Indonesia. Adapun program-program lain yang sudah, sedang dilaksanakan dan perlu ditingkatkan optimalisasinya dapat dilihat di Tabel 1.
Pada akhirnya, kunci dari keberhasilan Korea Selatan di dalam meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya bertumpu kepada NIS yang telah sempurna, komitmen pemerintah di dalam mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan sinergi antar seluruh pemangku kebijakan terkait.
Berdasarkan enam indikator yang telah kami analisis, sedikit demi sedikit Indonesia telah mampu meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Namun seiring dengan tantangan-tantangan global baru yang dihadapi, Indonesia harus lebih mengakselerasi peningkatan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki, dan untuk hal tersebut, Indonesia dapat melihat roadmap yang telah dilakukan oleh Korea Selatan.
Negara-negara dengan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang rendah tidak akan mampu menentukan arah pembangunan secara mandiri, karena akan selalu bergantung kepada bantuan teknologi dan produk (yang dihasilkan melalui teknologi) dari negara lain. Hal ini akan mengakibatkan lemahnya kedaulatan negara tersebut. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya Indonesia lebih serius lagi di dalam meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya.
Dikutip dari:
Safendrri Komara Ragamustari, Novia Budi Parwanto, Ani Adiwinata Nawir, dan Endang Sukara (Sedang di-review di jurnal Innovation and Development) Indonesia’s Science and Technology Capacity Evolution Dynamics in Respect to the Republic of Korea’s.